Peristiwa ini terjadi di sebuah bus kota yang waktu itu memang cukup padat penumpang. Seorang suster cantik jadi salah satu penumpangnya, alhasil ia menjadi saran empuk bagi pemuda-pemuda nakal yang juga kebetulan berada di bus tersebut. Karena tidak tahan dengan sikap pemuda-pemuda itu, suster tersebut turun di perhentian bus berikutnya. Salah seorang yang pemuda yang tadi menggoda tampak begitu kecewa, melihat hal tersebut sopir bus yang kebetulan seorang wanita itu merasa iba dan ia berkata,”Ndak usah sedih mas, kalo pengen ketemu Suster tadi datang aja ke pemakaman deket Gereja sore nanti, karena biasanya setiap sore suster tadi selalu berdoa di sana, ya mas pura-pura aja jadi malaikat Gabriel nanti suster tadi pasti mau mendengarkan mas.” Pemuda tersebut menjawab,” Wah benarkah? Ide bagus itu mbak, terimakasih.” Sore harinya pemuda tersebut telah rapi dengan pakaian yang serba putih bak seorang malaikat, bersiap menunggu suster datang ke pemakaman. Dan ternyata benar yang dikatakan supir bus tadi, suster tersebut datang ke pemakaman itu dan dia berdoa di sana. Di tengah doanya, pemuda tersebut muncul dari balik semak-semak dan mengaku bahwa ia adalah malaikat Gabriel, merasa keberadaannya diterima maka pemuda tersebut memanfaatkannya untuk menminta sebuah ciuman, dan ternyata suster tersebut memberikannya. Sesaat setelah itu meledaklah suara tawa pemuda itu dan ia mengatakan,” Suster tidak tahu ya? Ini saya pemuda yang tadi siang menggoda suster di bus.”(sambil masih tertawa terbahak-bahak. Lalu suster tersebut menjawab, “Mas tidak tahu ya? Sayakan supir bus yang tadi.” Seketika juga tawa pemuda tadi langsung berhenti.
Percakapan ini terjadi di sebuah Rumah Sakit.
Pasien : “Dok, koq sejak saya sakit gula itu saya jadi pelupa ya? Saya lupa di mana menaruh kacamata yang baru saja saya gunakan. Saya selalu cepat lupa jika meletakkan suatu barang, sehingga sulit ketika saya hendak menggunakannya kembali. Bahkan kemarin saya mengantar anak saya ke rumah temannya, namun ketika hendak menjemputnya, saya lupa di mana tadi saya mengantar anak saya. Lalu bagaimana ya Dok?”
Dokter : “Ya mumpung Bapak masih ingat, sekarang bayar di kasir ya Pak!”
Pasien tersebut hanya terdiam mendengar jawaban dokter itu dan melangkah pergi menuju kasir.
Dua cerita tadi aku dengarkan dari homili seorang Rm, saat misa di kobar kemarin malam minggu, cukup mencairkan suasana dan membawa makna. Dalam homilinya Rm itu bertanya, “Bagaimana dengan Anda? Sikap Anda? Apakah selama ini Anda membawa kenyaman bagi orang-orang yang ada di dekat Anda atau bahkah justru membuat mereka merasa terancam atau tidak nyaman?” Teman di sebelahku berbisik, “Iya ini Rm orang di sebelah saya ini membuat saya tidak nyaman.” Jawabku waktu itu,” Kalo ndak nyaman koq Kamu mau menghabiskan malam minggu dengan pergi berdua denganku?” Temanku itu hanya tersenyum. Setiap ucapan dan sikap yang kita tunjukkan itu membawa makna tersendiri bagi orang-orang yang ada di dekat kita, entah itu berakhir indah atau justru buruk adanya adalah sebuah pilihan. Sebuah pilihan karena itu semua kan kembali ke diri kita sendiri bagaimana kita akan menentukan sikap & menata setiap kata yang terucap dari mulut ini untuk menghadapi kehidupan ini.
Beberapa saat yang lalu aku menemui seorang pemuda yang cukup aneh, nekat, gila & yang pasti membuatku kesal. Perkenalanku berawal dari rapat mudika paroki di Gereja, dari sini ia sering menyapaku entah langsung maupun lewat sms. Karena pada dasarnya ku senang berteman dengan siapapun ku menanggapi etiket baiknya. Pembawaannya yang baik membuatku simpatik dan keinginannya untuk ikut bergabung dengan mudika tentu kami terima dengan tangan terbuka. Dari sini makin intensif ia menyapaku, sekedar mengucapkan selamat pagi, selamat siang dll. Melalui sms, ia bercerita bahwa ia merasa sangat nyaman di mudika dan kebersamaan itu selalu membawa kerinduan. Setelah berlanjut topik pembicaraan itu semakin mendalam, untuk orang yang baru kenal, pemuda ini termasuk nekat karena menanyakan hal-hal pribadi hanya lewat sms, itu membuatku merasa sangat tidak nyaman. Tidak berakhir di sini, justru semakin menggila dia mengirim sms, kata2 manis, puisi2 picisan, pujian, rayuan dan semacamnya. Makin intensif mengirim sms teror “Yolanda” (kamu di mana, dengan siapa?lagi apa?dah maem blm?dah mau bobo blm?dll)jika tidak dibalas maka ia akan telepon. Sejak itu jadi males untuk menanggapi, balas seperlunya, ngomong seperlunya. Tapi pemuda ini tidak menyerah begitu saja, hal justru membuatku ingin semakin menjauh darinya karena ku merasa tidak nyaman dan kupikir apa yang ia lakukan padaku tidak selayaknya seorang teman dan yang pasti apapun yang ia kirimkan, ia sampaikan padaku tidak selayaknya diucapkan oleh seorang yang sudah memiliki pasangan. Tidak ingin semuanya semakin jauh, aku putuskan untuk mengatakan sejujurnya apa yang kurasakan dan kupikirkan. Sikap tegas dan apa adanya yang kutunjukkan membawa perubahan, sejak itu teror “Yolanda” tidak lagi ada dan semakin menjauh ketika cewek pemuda ini mengancam untuk minta putus. Bagiku sikap jujur itu penting adanya dan penting untuk selanjutnya, hanya saja mungkin harus tetap bisa bijak menempatkannya.