Monday, February 16, 2009

’biasane yo koyo ngono…’

15 Februari 09
22:39

Suatu langkah yang cukup berani ketika ku memutuskan untuk berangkat EKM kobar malam ini bersama seorang teman cowok. heh knapa dibilang cukup berani?hm yah mungkin ada yang menganggap itu jadi hal yang biasa..toh berteman kan tidak melihat jender…itu anggapan dari sejumlah orang, termasuk aku di antaranya. Walau tidak ku pungkiri sempat terbesit rasa khawatir jika nanti di EKM ku bertemu dengan orang yang ku kenal lalu apa pikir mereka…Namun kekhawatiran itu tidak lalu membuatku gelisah..yah hanya pikiran sejenak saja....toh bukan baru sekali ini saja ku pergi dengan seorang teman entah cewek ato cowok…Jika yang menjalani saja sudah merasa nyaman, perkataan orang hanya seperti angin lalu saja. Hubungan antar jender seringkali membawa penilaian yang “berbeda”? kebanyakan dari orang akan mengartikan yang “lain” ketika hubungan antar jender ini terlihat begitu dekat..wah ada suatu yang beda nich..lagi PDKT…pacaran nich…Padahal belum tentu seperti itu kenyataannya, orang tidak tahu atau bahkan tidak mau tahu konteks hubungan itu sebenarnya dan hanya melihat kulit luarnya saja

Jadi inget perkataan Romo paroki ku,” Senengane koq biasane…po nek wis biasane kuwi wis mesti bener?” “Orang cenderung mengatakan “Umumnya…biasanya sudah seperti itu..”Dan entah sadar ato tidak sadar semua itu seakan memberi arahan kemana kita harus melangkah. Salah satunya yaitu ketika seorang cowok dan cewek pergi berdua, orang akan cenderung berpikiran bahwa mereka memiliki hubungan yang ”special” padahal belum tentu itu benar..hmm contoh lain, diundangan rapat mudika tertulis bahwa rapat dimulai pukul 18.00 namun rapat baru mulai paling cepat pukul 19.00, karena memang di setiap pribadi sudah memiliki bayangan, “Wah, biasane rapat molor 1 jam, berangkatnya nanti aja deh 1 jam setelah jam yang tertulis diundangan” Tidak bisa kupungkiri bahwa pola pikirku juga terkadang masih “biasane…”jadi kalo buat undangan rapat yang sekedar formalitas, undangan dibuat jam 6 biar nanti mulainya jam 7, hal itu sudah memberi peluang untuk kita melakukan yang “biasane…”

Memang semuanya tidak bisa berubah begitu saja, lha ya itu dah jadi “biasane yo koyo ngono kuwi..”Namun apa ya akan mau trus seperti itu? melakukan yang “biasane…”?tanpa mau keluar?lha jika seperti itu kapan bisa maju?hmm..sulit?dibilang sulit ya sulit dibilang mudah ya mudah..Itu semua kembali ke tiap pribadi…maukah dan beranikah aku keluar dari yang “biasane…”Berani untuk mendisiplinkan pribadi ini, berani untuk bilang tidak pada yang “biasane…” Tentu semua itu butuh proses dan aku sendiri sedang berproses untuk itu.

3 comments:

Sarif Husin said...

salam kenal , oya komen dong blogku soalnya ku masih awam tentang blog

Anonymous said...

jangan lupa ya kunjungi blogku

mudjiran said...

Mempertahankan kebiasaan buruk adalah seperti berdiri dalam semen basah.

Semakin lama Anda berdiri dalam semen basah, akan semakin sulit Anda membebaskan diri.
Dan mempertahankan kebiasaan buruk, adalah persis seperti berdiri dalam semen basah.
Walau pun Anda sudah berubah bentuk, cetakan semen itu mengumumkan bentuk Anda sebelumnya - sebagai bentuk asli Anda.

Itu sebabnya, dibutuhkan waktu yang cukup panjang untuk memperbaiki nama yang sempat rusak, karena cetakan reputasi buruk bias mengekang lebih kuat dari pada semen yang telah mengeras.

bner to lekz?"