Siang itu dengan berat hati ku meninggalkan Wonosobo, kota yang memberi kesejukan bagi jiwa dan raga ini. Hari itu ku harus melangkah pulang sendiri karena sahabatku masih berniat untuk sehari lagi melewati malam di kota itu. Yah sejujurnya ku sempat takut jika harus pulang sendiri, namun keadaan yang memaksaku untuk bisa melaluinya. Rasa mencekam sempat ada di benakku terlebih ketika travel yang menghantarku pulang di sopiri oleh seorang pemuda yang kemarin kebetulan juga menghantarku ke Wonosobo. Kesan pertama waktu ku bertemu dengan orang tersebut sudah tidak mengenakkan, omongannya yang kasar itu secara jelas kulihat, karena ‘sialnya’ ketika ku berangkat ke Wonosobo aku dan sahabatku mendapat kursi no 1 & 2 itu artinya aku duduk tepat di sebelah mas sopir..wuuhhh yah bisa di bayangkan saat itu aku secara jelas mendengar umpatan-umpatan yang keluar dari mulutnya ketika penumpang travel yang lain tidak on time. Selama perjalanan menuju ke Wonosobo sama sekali tidak interaksi apalagi obrolan dengannya padahal saat itu aku tepat berada di sebelahnya.
Ketika perjalanan pulang ke Jogja hanya aku seorang yang jadi penumpang dan itu artinya aku hanya berdua dengan mas sopir..kyaaaa…Ku tetap coba untuk positif thingking aja anggap saja ku punya sopir pribadi yang siap menghantarku pulang ke rumah tercinta. Dengan keberenaian yang masih ada ku coba mencairkan suasana dengan mengajak mas sopir untuk berinteraksi, yang sekedar menanyakan dia berasal dari mana dan gayung pun menyahut. Obrolan seru mulai berlangsung, ku hanya memacing dan dia yang lebih banyak bercerita mulai dari sekolah hingga cara memasak soto yang enak..heh
Dari sebuah keluarga sederhana di wates lahir seorang pemuda yang memiliki semangat hidup yang luar biasa. Pemuda ini anak pertama dari 3 bersaudara sebenarnya 4 namun adik kedua yang terlahir kembar, karena keadaan maka hanya 1 yang bisa tetap tinggal di rumah dan seorang lagi harus ikut dengan bulik yang tinggal di luar kota. Berbekal semangat pantang menyerah pemuda ini mengais rejeki mulai usianya yang masih sangat belia, 11 tahun usia di mana saat itu aku sedang senang-senangnya bermain namun berbeda dengannya. Sepulang sekolah bocah ini segera pergi ke tempat tangganya yang kebetulan memiliki peternakan ayam, dia membantu di sana, mulai dari memberi makan ayam hingga membersihkan kandang. Seiring berjalannya waktu karena semangat kerjanya yang keras maka perkerjaannya tidak lagi membersihkan kandang namun menjadi kuli panggul yang tugasnya menghantar ayam-ayam potong tersebut ke tempat para pembelinya. Dengan modal tekad maka bocah ini masih dapat melanjutkan sekolahnya menuju bangku SMP, dan waktu itu dia membanggakan bahwa dia masih bisa bersekolah karena beasiswa atas prestasinya sebagai atlit sekolah. Aktivitas sepulang sekolah masih seperti ‘dulu’, masih menjadi kuli panggul dan ini berlanjut sampai ia STM, karena termasuk anak yang ‘nakal’ bocah ini iseng belajar menyetir mobil dan selang beberapa bulan dia sudah ahir menyetir. Pulang sekolah, mobil dari peternakan sudah menunggunya dan membawanya hingga luar kota untuk menghantar pesanan, pulang ke rumah hingga larut malam bahkan jam 2/3 pagi baru sampai, saat itu lelah membawanya tertidur saat di kelas, bahkan bolos karena bangun kesiangan, absensi yang bolong-bolong bahkan sempat hampir membuatnya tidak bisa ikut ujian akhir nasional. Merokok, mabuk manjadi santapan yang biasa, hampir ‘pergi’ karena akibat makan duren dicampur dengan minuman beralkohol membuatnya ‘kembali’ tersadar bahwa hidup ini tidak untuk disia-siakan, dan yang menjadi pertimbangan pula saat itu ada seorang gadis yang dengan setia mendampinginya. Setelah 4 tahun lamanya dia menempuh pendidikannya di STM akhirnya dia mampu menyelesaikannya.
Ketika perjalanan pulang ke Jogja hanya aku seorang yang jadi penumpang dan itu artinya aku hanya berdua dengan mas sopir..kyaaaa…Ku tetap coba untuk positif thingking aja anggap saja ku punya sopir pribadi yang siap menghantarku pulang ke rumah tercinta. Dengan keberenaian yang masih ada ku coba mencairkan suasana dengan mengajak mas sopir untuk berinteraksi, yang sekedar menanyakan dia berasal dari mana dan gayung pun menyahut. Obrolan seru mulai berlangsung, ku hanya memacing dan dia yang lebih banyak bercerita mulai dari sekolah hingga cara memasak soto yang enak..heh
Dari sebuah keluarga sederhana di wates lahir seorang pemuda yang memiliki semangat hidup yang luar biasa. Pemuda ini anak pertama dari 3 bersaudara sebenarnya 4 namun adik kedua yang terlahir kembar, karena keadaan maka hanya 1 yang bisa tetap tinggal di rumah dan seorang lagi harus ikut dengan bulik yang tinggal di luar kota. Berbekal semangat pantang menyerah pemuda ini mengais rejeki mulai usianya yang masih sangat belia, 11 tahun usia di mana saat itu aku sedang senang-senangnya bermain namun berbeda dengannya. Sepulang sekolah bocah ini segera pergi ke tempat tangganya yang kebetulan memiliki peternakan ayam, dia membantu di sana, mulai dari memberi makan ayam hingga membersihkan kandang. Seiring berjalannya waktu karena semangat kerjanya yang keras maka perkerjaannya tidak lagi membersihkan kandang namun menjadi kuli panggul yang tugasnya menghantar ayam-ayam potong tersebut ke tempat para pembelinya. Dengan modal tekad maka bocah ini masih dapat melanjutkan sekolahnya menuju bangku SMP, dan waktu itu dia membanggakan bahwa dia masih bisa bersekolah karena beasiswa atas prestasinya sebagai atlit sekolah. Aktivitas sepulang sekolah masih seperti ‘dulu’, masih menjadi kuli panggul dan ini berlanjut sampai ia STM, karena termasuk anak yang ‘nakal’ bocah ini iseng belajar menyetir mobil dan selang beberapa bulan dia sudah ahir menyetir. Pulang sekolah, mobil dari peternakan sudah menunggunya dan membawanya hingga luar kota untuk menghantar pesanan, pulang ke rumah hingga larut malam bahkan jam 2/3 pagi baru sampai, saat itu lelah membawanya tertidur saat di kelas, bahkan bolos karena bangun kesiangan, absensi yang bolong-bolong bahkan sempat hampir membuatnya tidak bisa ikut ujian akhir nasional. Merokok, mabuk manjadi santapan yang biasa, hampir ‘pergi’ karena akibat makan duren dicampur dengan minuman beralkohol membuatnya ‘kembali’ tersadar bahwa hidup ini tidak untuk disia-siakan, dan yang menjadi pertimbangan pula saat itu ada seorang gadis yang dengan setia mendampinginya. Setelah 4 tahun lamanya dia menempuh pendidikannya di STM akhirnya dia mampu menyelesaikannya.
No comments:
Post a Comment