Monday, January 19, 2009

swamedikasi pengobatan boleh g sich??

Seharian ini bapak hanya terbaring lemas di tempat tidur, matanya terpejam tapi ku pikir beliau masih tetap terjaga karena sesekali masih terdengar suara batuk dan bersin. Parasetamol dan CTM menjadi pilihan untuk mengatasi hal tersebut, lagi pula obat ini mudah sekali didapatkan di apotek walau tanpa resep dokter. Langkah tindakan tersebut banyak ditemui di masyarakat kita saat ini, khususnya masyarakat di kota Jogja tempat kelahiran dan kutinggal sampai saat ini. Kecenderungan masyarakat untuk memilih swamedikasi (pengobatan mandiri) saat ini sangatlah besar, berbagai alasan dikemukakan untuk membenarkan hal tersebut. Mereka merasa bahwa jika sakitnya tidak parah/ penyakit ringan, swamedikasi menjadi pilihan yang tepat untuk mengatasi hal tersebut padahal belum tentu juga jika penyakit yang dialami itu merupakan penyakit ringan seperti misalnya flu burung, mungkin masyarakat menganggap bahwa penyakit yang mereka idap adalah penyakit flu biasa, karena gejalanya mirip dengan flu. Selain itu yang menjadi alasan swamedikasi dilakukan karena lebih murah, gampang, malas pergi ke dokter atau rumah sakit karena jaraknya jauh dan cepat. Selain itu masyarakat menganggap bahwa swamedikasi mempunyai beberapa keuntungan yaitu menghemat/mengurangi keluarnya biaya, cepat dan murah.

Berbeda halnya dengan masyarakat di Palembang dan Jambi, di kedua kota ini kecenderungan masyarakat untuk memilih swamedikasi lebih kecil. Hal ini aku ketahui dari hasil pengamatanku saat aku ikut praktek di klinik milik bulikku. Selama ku di Palembang tiap sore aku ke klinik sekedar mengamati atau berbincang dengan orang-orang yang datang ke klinik. Kecenderungan mereka yang datang tidak hanya ibu-ibu yang akan memeriksakan kandungannya namun juga ramai dengan orang-orang yang hendak berobat dengan keluhan yang aku rasa jika di Jogja keluhan seperti ini biasa diatasi sendiri seperti misalnya pusing, bersin-bersin, tengggorokan sakit, batuk dll. Dari hasil berbincanganku dengan beberapa di antara mereka, mereka mengemukakan kekhawatiran mereka jika sakit ini tidak segera diobati maka akan berdampak pada penyakit yang lebih parah selain itu mereka juga tidak berani mengkonsumsi sembarang obat, maka pergi ke bidan menjadi pilihannya dan bukan ke dokter alasannya mungkin karena klinik bidan lebih mudah ditemui dan yang jelas biayanya lebih murah.

Lalu bagaimana dengan masyarakat di Jogja sendiri? Di kota ini swamedikasi masih menjadi pilihan pertama untuk mengatasi penyakit dan jika penderita merasa penyakitnya semakin parah barulah mereka pergi ke dokter atau RS. Perlu diketahui di Indonesia obat yang beredar sangat banyak, pengamanan hukum masih lemah, taraf pendidikan sebagian besar masyarakat masih rendah dan informasi belum memadai, sehingga kemungkinan salah menggunakan obat dalam usaha pengobatan sendiri cukup besar dan akibatnya bisa menjadi serius.

Di Indonesia obat dibagi menjadi beberapa jenis dengan tanda/logo yang tercetak berbeda-beda di kotak kemasan seperti :

  1. Lingkaran Hijau adalah Obat bebas (OTC). Dijual di Apotik, Toko obat, dll.

Obat-obat dengan tanda di atas cukup aman untuk gangguan-gangguan ringan yang dapat dikenali sendiri boleh dibeli tanpa resep dan dipakai sendiri dalam jangka waktu yang terbatas, bila setelah satu dua hari ternyata gejalanya tidak berkurang, sebaiknya segera berkonsultasi ke dokter.

  1. Lingkaran Biru adalah Obat bebas terbatas. Dijual di Apotik & Toko obat saja
  2. Lingkaran Merah adalah Obat keras. Dijual di Apotik saja dan hanya dapat diperoleh dengan resep dari dokter.

Sebenarnya pengobatan sendiri bukan hanya dibenarkan tetapi perlu dianjurkan sampai batas-batas tertentu. Coba bayangkan jika hanya untuk penyakit yang sepele saja seperti sakit kepala, orang harus berobat ke dokter untuk mendapatkan obat. Memang tenaga, waktu, dan biaya pelayanan kesehatan sangat terbatas jumlahnya sehingga pengobatan sendiri dapat mencegah terjadinya pemborosan sarana maupun dana.

Di lain pihak, ada pertimbangan-pertimbangan mendasar mengapa pemakaian obat sebaiknya tidak sepenuhnya diberikan pada masyarakat. Walaupun obat tersebut telah dinilai sangat aman namun sebagian besar masih memerlukan pengawasan dokter dalam pemberiannya karena berbagai hal, seperti efek obat tersebut dapat menyelubungi kondisi penderita sehingga diagnosis penyakit menjadi sulit ditegakkan atau perlu dilakukan modifikasi dosis karena perbedaan kondisi penyakit penderita. Jadi berhati-hatilah bila melakukan pengobatan sendiri. Ingat, baca dengan teliti aturan pemakaian yang tertera daiam kemasan obat dan pakailah sesuai anjuran. Jangan berlebihan atau kurang dari anjuran seharusnya. Yang lebih penting lagi adalah bila penyakit anda tidak membaik atau terjadi efek samping dari obat tersebut maka segera temui dokter anda. Dan bila kamu berobat ke dokter, jelaskan sejujurnya pengobatan sendiri apa saja yang telah kamu Iakukan agar dokter dapat menilai penyakit dengan baik.

No comments: